Produk pangan inovatif diolah dari bahan baku alga, kini tembus pasar ekspor ke Amerika, Eropa hingga Rusia. /Foto: Detik |
KISAH inspiratif ini mengangkat sebuah usaha inovatif yang dikembangkan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bersama pemuda di Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah.
Produk inovatif berhasil mereka ciptakan, yakni berbagai produk berbahan mikroalga. Produksi berbahan baku alga ini diolah menjadi berbagai pangan inovatif dan sudah menembus pasar ekspor ke Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa.
"Kita sudah pernah ekspor ke Amerika, Rusia juga sudah, sempat ke Perancis juga sudah. Ini yang sedang kita jajaki ke Jepang dan Swiss," ungkap Direktur Utama PT Algaepark Indonesia Mandiri, Rangga Warsita Aji kepada wartawan di lokasi pengembangbiakan alga air tawar Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Sabtu 9 Oktober 2021 siang.
Hal itu seperti dilansir Bisnisforliving.com dari Fenance.detik.com, Sabtu 9 Oktober 2021 dengan berita berjudul "Top! Alga Made In Klaten Terbang ke Amerika hingga Eropa".
Rangga menjelaskan, pengembangan alga itu bermula dari penelitian saat dia masih kuliah. Kemudian pada 2018 mulai dirintis produksi skala mikro. Hasilnya diproduksi dan ditawarkan ke Bali.
"Ternyata respons pasar cukup bagus khususnya customer di kalangan bule, salah satunya dari Bali. Dari situ mulai kita buat produk turunan lain, suplemen, sabun, serum dan lainnya," ungkap Rangga.
Adapun produk yang telah dihasilkan saat ini, menurut Rangga, ada yang produk murni alga dan ada yang ditambah bahan lainnya. Produk murni yang sudah dihasilkan adalah kapsul super food.
"Untuk produk murni misal kapsul. Tapi untuk sabun dan serum ada tambahan bahan lain seperti collagen dan bahan aman lainnya," papar Rangga.
Untuk produk kapsul, jelas Rangga, memang ditujukan untuk menggantikan produk food kimiawi ke organik dengan lebih mudah dan sederhana. Cukup dua kapsul nutrisi bisa tercukupi.
"Kapsul itu mengganti multivitamin kimiawi, karena ini organik dan nilai manfaat tinggi sehingga orang mengkonsumsi lebih mudah dan sederhana," lanjut Rangga.
Pengembangan alga itu, menurut Rangga, juga untuk mengenalkan potensi pangan baru masa depan ke masyarakat agar lebih sehat. Jenis produksi sudah berbagi jenis, termasuk mi.
"Yang sudah kami produksi saat ini ada suplemen kapsul, sabun, serum, mi sehat dan ada juga serbuk yang kita kerja sama dengan industri makanan besar. Yang kapsul bisa dikonsumsi astronot dan tentara," imbuh Rangga.
Menurut Rangga, kapsul itu bisa dikonsumsi astronot dan tentara karena nilai proteinnya 70%. Dengan begitu makan dua kapsul setara dengan satu kilogram sayur dan buah.
"Karena punya nilai protein 70%, jadi astronot dan tentara cukup makan dua kapsul tiap pagi, siang, sore. Dua kapsul itu nilai antioksidan setara satu kilogram sayur dan buah-buahan," tambah Rangga.
Dipaparkan Rangga, permintaan untuk industri makanan dan kesehatan saat ini semakin besar. Produk alga sudah merambah ke seluruh Indonesia.
"Pemasaran produk kita sudah ke seluruh Indonesia. Ini sekaligus mengenalkan sumber potensi makanan baru yang lebih sehat," ungkap Rangga.
Sementara itu, Kepala Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Mujahid Jariyanto mengatakan pengembangan alga Spirulina itu memanfaatkan air dari umbul Temanten di desanya. Kadar pH dan panas matahari sangat baik.
"Ini mungkin yang paling cocok untuk pengembangan alga Spirulina. Karena air Umbul Temanten pH nya antara 8-9 dan sinar matahari juga baik," jelas Mujahid kepada wartawan.
Pengembangan alga yang melibatkan pemuda desa, PT dan BUMDes itu, kata Mujahid menghasilkan sumber makanan yang baik, dengan kandungan protein 70%. Hal itu sudah diriset oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"BPPT Serpong sudah merekomendasi dan setiap produk ada label BPPT pusat. Termasuk dari MUI (Majelis Ulama Indonesia)," terang Mujahid.
Diceritakan Mujahid, pengembangan alga itu sejak 2017-2018. Ide awalnya Umbul Temanten hanya untuk mandi dan air minum sehingga diupayakan dimanfaatkan untuk usaha lain.
"Sehingga manfaat menghasilkan makanan. Tahun 2020 kita tambah lahan, 2022 nanti rencananya menambah satu hektare karena ada investor Swiss karena produksi saat ini baru 1 ton kering per bulan," jelas Mujahid.
Sumber: Finance.detik.com
0 komentar: